Media-ku,
Cermin Kepribadian Bangsa
Oleh: Bayujati
Prakoso [1]
Media, suatu kebutuhan yang mana ini kita lihat sebagai suatu kesatuan sistem yang utuh dalam berinteraksi antar pribadi, hingga kebutuhan masyarakat bahkan dunia. Sebuah titik dimana keadaan yang sangat penting, manusia mencoba mencari sesuatu terhadap apa yang harus dilakukannya sehingga mencari sebuah solusi yang baik, jelas dan bersifat mudah, sistematis, dan tentunya efisien dan menyeluruh. Pada saat itulah media turun menjadi alat yang dibutuhkan pada saat itu. Kebutuhan media menjadi sesuatu yang baru dan memang itu hal yang menguntungkan bagi siapa yang memilikinya. Seirng perjalanan zaman, media mengambil andil yang cukup besar dalam mempengaruhi komunikasi, perilaku seseorang bahkan kebutuhan kepentingan suatu kelompok kecil-besar bahkan skala nasional dan global. Sehingga pada prakteknya suatu tindakan yang berkelanjutan atas suatu kerjasama antara yang membutuhkan dengan pemilik media tersebut. Hingga timbul sebuah pola yang dinamis dan memiliki maksud dan tujuan yang berbeda-beda seiring pemikiran seseorang bertambah dan bertambah. Kepentingan media seolah hidup dan selalu bergantung kepadanya. Media menjadi tonggak strategi yang dibutuhkan suatu instansi atau sekelompok orang demi mencapai tujuan nya. Sejatinya, fungsi media untuk memberikan informasi, menghibur, pendidikan dan lain sebagainya menjadi luntur oleh para memilik kekuasaan baik itu dalam media maupun orang yang terikat memanfaatkan media tersebut.
Sebuah konsep ideologi masyarakat yang terkonsepkan oleh paparan dalam media menjadikannya lupa akan sejatinya media itu sendiri. Pola pikir tersebut jadi merubah itu semua. Media menjadi campur tangan urusan pribadi, bahkan nasional dan global. Ini yang menjadi sangat krusial sekali, mengapa demikian? Karena, penulis menganggap hal ini memiliki urgensi yang kuat. Perkembangan media dari hasil para pemikir-pemikir tersebut mencari solusi, alternatif dalam menyelesaikan masalah yang ada dan hasilnya tujuan tersampai dan terselesaikan. Isu-isu nasional bahkan global menjadi bahan media. Dapat di katakan, media mempengaruhi perkembangan sebuah negara dan bangsa. Tidak terlepas pada sumber daya manusia yang memotori dan melaksanakan media ini. Penulis berpandangan bahwa, media yang baik mencerminkan bangsa yang baik pula dalam artian jika penggunaan media itu jujur, sopan, menjunjung tinggi kode etik, bertanggungjawab, menyeluruh, komprehensif dan berkelajutan dengan positif, akan membawa dampak positif terhadap gerakan bangsa. Salahsatunya dengan menjalankan sebuah praktik politik yang demokratis demi berjalannya roda pergerakan bangsa yang baik dan harmonis.
Korelasi media dengan masyarakat tidak terlepas pada pemilik media. Pemilik media akan menjadi penguasaa dan memiliki pemegang tertinggi dalam medianya. Dari situlah, pemilik kekuasaan menjadikan media menjadi sebuah alat kekuasaan semata. Demi kepentingan pribadi saja, ataukah kepentingan kelompok sehingga menjadi suatu posisis dimana dalam definisi, tugas, pokok dan fungsi media pada haikikatnya menjadi luntur. Ironi kekuasaan dalam konteks ini, pada saat ini media sekana tumbuh kebawah, bukan selalu keatas. Dimaknai sebuah stimulus yang diterima oleh sang pemilik media mengharapkan pada kepentingan. Inilah sebuah masalah yang haruslah kita tangani secara bersama agar menjadikan media yang sekarang sesuai dengan sejatinya media itu sendiri. Kekuasaan disini yang menjadi problematika yang ada dalam suatu sistem di dalamya. Strukturalisasi, transparansi, legalisasi, efektivitas dan produktivitas.
Kompleksitas kebutuhan manusia kana hal media menjadikan manusia lupa pada hakikat media yang sebenarnya. Media menjadi berjalan tugas, pokok dan fungsi selain itu menjalankan kebutuhan si pemilik kekuasaan, seperti hubungan kekuasaan, pribadi (personal), politik, hukum, ekonomi, sosial, hingga perkembangan situasi yang ada pada sebuah bangsa. Masyarakat sering di pengaruhi oleh media, misalnya media massa membujuk untuk menggunakan suatu produk tertentu ataupun secara tidak langsung membujuk untuk mendukung sebuah pola pikir, pandangan atau ideologi politik tertentu maupun partai politik. Pemanfaatan pers/media dalam perkembangan penyelenggaraan praktik politik di Indonesia hingga saat ini. Seperti pada yang marak dilakukan pada contoh penulis mengambil pemilu 2009 adalah penggunaan iklan politik sebagai sarana utama pembentuk opini publik. Penggunaan media cetak sebagai sarana sosialisasi politik dan dengan membuat iklan politik terutama di televisi.
Sebuah konsep ideologi masyarakat yang terkonsepkan oleh paparan dalam media menjadikannya lupa akan sejatinya media itu sendiri. Pola pikir tersebut jadi merubah itu semua. Media menjadi campur tangan urusan pribadi, bahkan nasional dan global. Ini yang menjadi sangat krusial sekali, mengapa demikian? Karena, penulis menganggap hal ini memiliki urgensi yang kuat. Perkembangan media dari hasil para pemikir-pemikir tersebut mencari solusi, alternatif dalam menyelesaikan masalah yang ada dan hasilnya tujuan tersampai dan terselesaikan. Isu-isu nasional bahkan global menjadi bahan media. Dapat di katakan, media mempengaruhi perkembangan sebuah negara dan bangsa. Tidak terlepas pada sumber daya manusia yang memotori dan melaksanakan media ini. Penulis berpandangan bahwa, media yang baik mencerminkan bangsa yang baik pula dalam artian jika penggunaan media itu jujur, sopan, menjunjung tinggi kode etik, bertanggungjawab, menyeluruh, komprehensif dan berkelajutan dengan positif, akan membawa dampak positif terhadap gerakan bangsa. Salahsatunya dengan menjalankan sebuah praktik politik yang demokratis demi berjalannya roda pergerakan bangsa yang baik dan harmonis.
Korelasi media dengan masyarakat tidak terlepas pada pemilik media. Pemilik media akan menjadi penguasaa dan memiliki pemegang tertinggi dalam medianya. Dari situlah, pemilik kekuasaan menjadikan media menjadi sebuah alat kekuasaan semata. Demi kepentingan pribadi saja, ataukah kepentingan kelompok sehingga menjadi suatu posisis dimana dalam definisi, tugas, pokok dan fungsi media pada haikikatnya menjadi luntur. Ironi kekuasaan dalam konteks ini, pada saat ini media sekana tumbuh kebawah, bukan selalu keatas. Dimaknai sebuah stimulus yang diterima oleh sang pemilik media mengharapkan pada kepentingan. Inilah sebuah masalah yang haruslah kita tangani secara bersama agar menjadikan media yang sekarang sesuai dengan sejatinya media itu sendiri. Kekuasaan disini yang menjadi problematika yang ada dalam suatu sistem di dalamya. Strukturalisasi, transparansi, legalisasi, efektivitas dan produktivitas.
[1]
Mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi 2015, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
UHAMKA, Jakarta Selatan.